iklan

Minggu, 17 Desember 2017

SANG PENGANGGURAN




            Pengangguran. Bangun jam 9 pagi, cuci muka, duduk memangku laptop di teras rumah sambil nyuri wifi tetangga, sesekali melihat siapa saja yang melewati jalanan di hadapannya. Pria paruh baya bertopi mendorong gerobak biru menyusuri jalanan kecil beraspal, bakul mie ayam. Pukul 10 pagi, sang pengangguran menerka-nerka. Dan benar, bunyi sepeda motor matic berhenti di seberang rumah. Sang ibu rumah tangga habis menjemput anaknya yang masih TK. Sang anak melambai pada sang pengangguran. Benar jam 10 pagi, batinnya.
Pengangguran. Pantang nutup laptop sebelum punggung kesakitan. Mengeksplorasi isi rumah mencari satu dua suap nasi untuk mempertahankan eksistensinya. Sial! Tersisa nasi bekas kemarin, keras, dirubung lalat. Menengok ke jalanan, celingak celinguk mencari kepastian, adakah bakul bakso ngetem di pertigaan jalan?  Senangnya, sudah ada disana rupanya. Kukumpulkan 1000 rupiah di atas kulkas, mencari 2000 rupiah sisanya di dalam tas. Ohh, kurang 500 rupiah. Gresek-gresek saku celana, celana ibuk, celana bapak. Beruntungnya, dapat 2000 rupiah. Sang pengangguran, menikmati panasnya bakso dan terik siang matahari.
Orang bilang, pengangguran itu manusia tanpa beban. Bebas bangun siang. Makan tinggal nyari di meja, nggak perlu mikirin kerjaan, hidup santai tanpa kesibukan. Yang bilang! Biarkan yang berpengalaman yang berbicara. Pengangguran memikul beban lebih besar dari manusia berseragam. Ditekan oleh beratnya kehidupan. Dihantui oleh ketidakmampuan diri. Memikul cita-cita yang kini tiada pasti. Idealis yang tadinya dijunjung tinggi, dirobohkan dengan fakta kehidupan yang mau tidak mau harus diratapi.

2 komentar: